
Perang Dagang AS-China: Babak Baru 2025
Hubungan ekonomi antara Amerika Serikat dan China kembali memasuki fase ketegangan baru di tahun 2025. Setelah beberapa tahun relatif tenang pasca-pandemi COVID-19, sinyal gesekan ekonomi dua raksasa dunia ini kembali terasa melalui kebijakan tarif, pembatasan teknologi, dan penguatan blok perdagangan masing-masing. Babak baru dalam perang dagang ini bukan hanya soal ekspor dan impor—melainkan soal dominasi teknologi, geopolitik, dan arah ekonomi global.
🏛️ Latar Belakang Ketegangan
Perang dagang AS-China dimulai secara terbuka pada 2018 saat pemerintahan Donald Trump menerapkan tarif tinggi terhadap barang-barang impor China. China merespons dengan kebijakan serupa. Meski sempat mereda pada masa pemerintahan Joe Biden, ketegangan tidak pernah benar-benar hilang, terutama karena persaingan di bidang:
-
Teknologi canggih (AI, semikonduktor, 5G)
-
Kepemimpinan pasar global
-
Pengaruh di kawasan Indo-Pasifik
Memasuki 2025, ketegangan meningkat kembali setelah beberapa langkah strategis dari kedua pihak yang saling memprovokasi.
📦 Tarif dan Hambatan Baru
Awal tahun 2025, pemerintahan AS kembali menaikkan tarif impor terhadap produk teknologi China, khususnya komponen semikonduktor, panel surya, dan kendaraan listrik. Langkah ini disebut sebagai “perlindungan industri strategis domestik”.
Sebagai balasan, China mengenakan tarif tambahan pada:
-
Produk pertanian asal AS
-
Perangkat keras teknologi (servers, chips)
-
Layanan cloud asing yang masuk ke pasar domestik
Kebijakan ini tidak hanya berdampak langsung pada perusahaan besar seperti Apple, Tesla, dan Huawei, tetapi juga memicu efek domino ke pasar negara berkembang yang bergantung pada rantai pasok global.
🤖 Persaingan Teknologi Jadi Sorotan
Perang dagang kali ini sangat kental dengan nuansa perang teknologi. AS semakin memperketat ekspor chip canggih dan peralatan litografi ke China, mencegah China mempercepat otonomi di bidang AI dan komputasi kuantum.
Sebaliknya, China mempercepat pengembangan teknologi lokal dengan:
-
Subsidi besar-besaran ke perusahaan chip nasional
-
Peluncuran sistem operasi mandiri yang menggantikan produk barat
-
Mendorong penggunaan yuan digital dan blockchain dalam perdagangan internasional
Langkah ini menunjukkan bahwa perang dagang 2025 bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal kontrol masa depan teknologi global.
🌐 Polarisasi Blok Dagang Global
Dalam menyikapi ketegangan ini, negara-negara lain turut terdampak. Banyak negara ASEAN, Uni Eropa, dan Afrika berada di tengah-tengah dilema geopolitik:
-
AS mendorong pembentukan aliansi teknologi seperti “Chip 4”
-
China memperluas pengaruhnya lewat BRICS+ dan Belt and Road Initiative (BRI)
Negara seperti India, Vietnam, dan Indonesia diuntungkan secara jangka pendek karena relokasi manufaktur dari China ke Asia Tenggara, tapi juga harus pandai menyeimbangkan hubungan agar tidak dianggap berpihak secara mutlak.
📉 Dampak ke Ekonomi Global
Konflik ini menimbulkan berbagai risiko:
-
Kenaikan harga barang konsumen global
-
Gangguan rantai pasok, terutama sektor elektronik
-
Pelemahan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang
Lembaga IMF bahkan memperkirakan bahwa jika perang tarif ini berlanjut hingga akhir tahun, pertumbuhan ekonomi global bisa melambat 0,7%. Investor juga mulai menarik modal dari pasar yang dianggap tidak stabil, memperkuat tren “de-risking” dan proteksionisme.
🇨🇳🇺🇸 Politik Dalam Negeri: Faktor Pendorong
Kedua negara menghadapi tekanan dalam link login rajazeus negeri yang mendorong narasi “lawan asing”:
-
AS menghadapi pemilu tengah tahun dan tekanan industri dalam negeri
-
China menghadapi tekanan ekonomi pasca-properti dan stagnasi konsumsi domestik
Menggunakan isu perang dagang sebagai alat politik domestik bukan hal baru. Namun kini, dengan meningkatnya kesadaran publik global soal dampaknya, narasi nasionalistik juga mendapat tantangan dari kalangan industri dan masyarakat sipil.
🔮 Ke Mana Arah Selanjutnya?
Analis memprediksi bahwa:
-
Ketegangan ini akan berlangsung dalam jangka panjang
-
Fokus akan bergeser dari tarif ke kontrol teknologi dan standar perdagangan digital
-
Munculnya blok-blok baru yang mengatur sendiri standar teknologinya, terpisah dari AS atau China
Babak baru ini bisa menjadi pemicu “perpecahan sistem perdagangan global”—di mana tidak ada lagi aturan tunggal WTO yang diikuti oleh semua.
BACA JUGA: Indonesia di Panggung Global 2025: Diplomasi Investasi Asing dan Isu Geopolitik